BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme
hidup dan berkembangdengan cepat disekitar kita, ada mikroorganisme yang
menguntungkan namun tak sedikit pula yang dapat sangat merugikan manusia maupun
makhluk hidup lainnya.Oleh karena itu, dibutuhkan adanya bahan antimikroba
untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen tersebut.
Antimikroba
yang umumnya digunakan adalah antiseptika dan desinfektansia. Namun, yang
menjadi kendala dalam penggunaannya adalah kita tidak mengetahui kadar dimana
antimikroba tersebut dapat menghambat dan melawan mikroorganisme.
Untuk menganalisa kadar desinfektan dan antiseptik ini
maka perlu diadakan uji kuantitatif untuk mengetahui kadar minimal suatu bahan
yang masih dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Uji tersebut dinamakan
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah suatu uji konsentrasi hambat minimal
atau minimal inhibitory concentration (MIC), untuk menguji secara kuantitatif
konsentrasi terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan suatu mikroba atau
bakteri uji.
Hasil pengujian konsentrasi hambat minimal dilanjutkan
dengan suatu uji yang disebut koefisien fenol, dimana bahan desinfektan yang
digunakan akan dibandingkan dengan baku fenol 5%.
B. Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini yaitu :
1.
Mengetahui
dan memahami cara- cara penentuan nilai MIC dari suatu desinfektan
2.
Mengetahui
dan memahami cara – cara pengujian koofisien fenol dari suatu desinfektan
C.
Tujuan
Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :
1. Untuk menentukan nilai MIC (Minimal Inhibitory
Concentration) dari desinfektan terhadap bakteri Salmonella
thyposa.
2. Untuk
menentukan nilai koofisien fenol dari desinfektan terhadap bakteri Salmonella
thyposa.
D.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan diadakan percobaan ini
yaitu;
1.
Berapa
nilai Minimal Inhibitor Concentration (MIC) dari desinfektan
2.
Berapa nilai koefisien fenol dari desinfektan
E.
Manfaat
Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui mutu suatu desinfektan dengan menggunakan metode MIC (Minimal
Inhibitory Concentration) dan koofisien fenol, sebagai sumber informasi kepada
masyarakat atau konsumen.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
TEORI
UMUM
Pada saat telah banyak
beredar dan ditawarkan berbagai macam desinfektansia kepada
konsumen.Desinfektansia secara umum diartikan sebagai pembasmi mikroorganisme
terutama ditujukan pada benda mati. Pada penandaannya, yang memenuhi
persyaratan telah dicantumkan cara penggunaan produk yang sesuai sebagai bahan
untuk desinfeksi. Namun demikian banyak pula produk disinfektansia yang memuat
cara-cara penggunaannya dan komposisinya (Djide, 2003).
Desinfektansia adalah bahan
atau zat yang digunakan untuk menghilangkan atau menghancurkan bakteri baik
bakteri patogen atau non patogen, terutama bakteri yang membhayakan (patogen).
Istilah ini pada umumnya digunakan dalam proses membebaskan benda-benda mati
atau infeksi, dan aman untuk dipakai dalam bidang industri atau pada rumah
sakit, atau industri-industri makanan/ minuman dan industri farmasi lainnya (Rusli , 2008).
Nilai koefisien fenol adalah
perbandingan pengeceran tertinggi desinfekstansi dengan pengenceran tertinggi
baku fenol 5%,dimana pengenceran tersebut dapat mematikan bakteri uji dalam
kontak waktu 10 menit,tetapi tidak mematikan
bakteri uji dalam kontak waktu 5 menit.mikroorgarnisme yang di pakai, menurut
FDA adalah galur salmonella thyposa dan staphylococcus aureus yang khas.
Galur-galur tersebut dapat di peroleh dari American Type culture collection
rockville,maryland .Tetapi untuk desinfekstansi yang baru perlu di uji terhadap
mikoorganisme yang lebih luas (Djide,2003).
Selain dari pada itu menurut
AOAC,1984, bahwa mikroorganisme uji untuk pengujian koefisien fenol dapat di
gunakan bakteri-bakteri pseudomonas aeruginosa, salmonella typhosa dan
staphylococcus. Namun bakteri salmonella thyposa yang di gunakan sebagai
bakteri uji koefisien fenol di indonesia (SNI 06-1872-1990) (Djide,2003).
Perlu di ketahui bahwa pada
awal dan akhir dari pengujian kofisien fenol selalu di lakukan uji kemurnian
bakteri uji .pengujian kemurnian bakteri tersebut pada akhir pengujian kofisien
fenol di lakukan pada hari ketiga inkubasi pada suhu 370 C
(AOAC,1984) (Djide,2003).
Fenol merupakan salah satu
salah satu antiseptikum tertua (Lister,1870) dengan khasiat bakterisid dan
fungisid, juga terdapat basil dan spura, walaupun memerlukan waktu yang lebih
lama. Mekanisme kerjanya berdasarkan denaturasi protein sel bakteri, yakni
perubahan rumus bangunnya hingga sifat khasnya hilang. Khaistnya dikurangi oleh
zat organis dan ditiadakan oleh sabum, karena dengan alkali terbentuk fenolat
inaktif, karena sefat mendenaturasi juga berlaku untuk jaringan utuh manusia
fenol berdaya korosit (membakar) terhadap kulit dan sangat merangsang sehingga
jarang digunakan sebagai antiseptikum kulit, berdasarkan sifat anestetik
likjalonya adakalanya senyawa ini digunakan dalam lotion antigatal misalnya
lotion alba (Tjay,2002).
Sebagian
besar Salmonella sp bersifat pathogen pada binatang dan merupakan sumber
infeksi bagi manusia. Binatang-binatang itu, antara lain tikus, unggas, ternak,
anjing dan kucing. Di alam bebas Salmonella thypi dapat tahan hidup lama dalam
air, tanah atau pada bahan makanan. Dalam feces di luar tubuh manusia tahan
hidup 1-2 bulan. Dalam air susu dapat berkembang hidup dan hidup lebih lama
sehingga sering merupakan batu loncatan untuk penularan penyakitnya (Entjang,
2003).
Ciri – ciri ideal suatu
desinfektansia (Djide,2003):
1. Aktivitas
antimikrobialnya
persyaratan
ini adalah kemampuan bahan kimia tersebut mematikan mikroorganisme. Pada
konsentrasi rendah,bahan tersebut harus mempunyai aktivitas antimikroba dengan
spectrum luas,artinya harus dapat mematikan berbagai macam mikroorganisme.
2. Kelarutan
Bahan
kimia tersebut harus dapat larut didalam air atau pelarut-pelarut lain sampai
pada taraf yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.
3. Stabilitas
perubahan
yang terjadi pada bahan kimia tersebut,apabila dibiarkan beberapa lama harus
seminimal mungkin atau tidak boleh mengakibatkan kehilangan sifat
antimikrobanya dengan nyata
4. Tidak
toksik bagi manusia dan hewan
idealnya
senyawa tersebut hanya bersifat letal bagi mikroorganisme sasarannya
5. Homogenitas
(keserbasamaan)
terutama
dalam penyimpanan juga komposisinya harus seragam,sehingga bahan aktifnya
selalu ada dalam setiap aplikasi
6. Tidak
terikat dengan bahan – bahan organic
hal
tersebut, katena banyak bahan kimia dapat berikatan dengan protein atau bahan
organic lainnya.
7. Pengaruh
suhu
aktivitas
antimikrobanya tetap aktiv pada suhu kamar atau pada suhu tubuh.
8. Kemampuan
penembusan
tidak
menimbulkan karat dan warna sehingga dapat merusak pakaian,kain dan sebagainya]
9. Kemampuan
menghilangkan bau yang kurang sedap
10. Berkemampuan
sebagai detergen
11. Ketersediaan
dan biaya bahan kimia tersebut harus tersedia dalam jumlah yang besar dan
dengan harga yang pantas
Faktor
utama yang menentukan bekerja sama suatu disinfektan adalah potensi, kadar,
waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, suhu disinfektansia,
jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada bahan yang disinfeksi. Untuk bekerjanya
suatu desinfektansia harus mempengaruhi beberapa bagian dari sel yang vital
dari mikroorganisme. Bagian sel yang peling rentang terhadap cara kaerja
desinfektansia adalah pada membran sitoplasma, enzim tertentu, dan protein
struktual seperti yang terdapat pada dinding sel. Adanya perbedaan dasar
mendesinfektansia dari setiap bahan kimia terhadap tipe mikroorganisme, apabila
ditunjukan pada proses disinfeksi terhadap mikroorganisme pathogen tertentu,
maka bahan yang dipilih adalah desinfektansia harus membunuh mikroorganisme,
misalnya untuk membunuh Mycobacterium
tubercolosis maka digunakan larutan yodium atau fenol, bukan benzalkonium
cair. Adapun beberapa fakto-faktor yang berpengaruh tersebut adalah:
1. Konsentrasi (kadar)
Konsentrasi disinfektansia yang digunakan akan bergantung
kepada bahan yang akan digunakan untuk desinfektansia dan mikroorganisme yang
akan dimusnakan. Pada umumnya pada konsentrasi yang tinggi akan bersifat
bakterisida, sedangkan yang bersifat lemah akan bersifat bakteriostatika,
kecuali terhadap alkohol, karena alkohol efektiff pada konsentrasi 70% dan
propel alkohol pada konsentrasi 50-80%
2. Waktu
Perusakan mikroorganisme
untuk desinfektan kelihatannya merupakann uatu proses yang teratur. Waktu
sangat berpengaruh oleh berbagai variable. Pada umumnya dengan batas
keselamatan yang lebar dapat dipastikan akan memberikan waktu yang cukup suatu
disinfektansia untuk bekerja.
3. Suhu
Sudah menjadi suatu
kenyataan bahwa dengan peningkatan suhu akan mempercepat laju rekasi kimia.
Dengan demikiann disinfektansia juga berlaku yaitu naiknya suhu akan
mempercepat proses tersebut. Tidak jarang dengan kenaikan suhu 10o C
dapat mengandakan laju pemusnahan suatu desinfektansia.
4. Keadaan sekitar
media
pH medium dan adanya
benda asing mungkin sangat berpengaruhi proses desinfektansia. pH dapat
menentukan apakah suatu zat kimia tersebut dapat bersifat sebagai
disinfektansia atau tidak. Demikian pula adanya benda asing dapat membantu
kemampuann atau mengurangi aktivitas duatu desinfektansianya (Natsir,2003).
Adanya
beberapa kelompok utama bahan-bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
disinfektansia antara lain fenol an persenyawaan fenolik, alkohol, halogen,
loham berat dan persenyawaannya, deterjen, aldehida, dan kemosterilitas gas
(Djide, 2003).
Banyak
zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme berkisar dari unsur
logam berat seperti perak sampai tembaga kepada molekul organik seperti
persenyawaan ammounium kuartener. Berbagai substansi tersebut menunjukan efek
antimiroba dengan cara terhadap berbagai macam mikroorganisme. Efek terhadap
permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda, ada yang serasi dan ada yang
bersifat merusak, karena ini juga variabel, maka perlu sekali diketahui
terlebih dahulu perilaku suatu bahan kimia sebelum digunakan untuk penerapan
praktis tertentu. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan memilih bahan
antimikrobiol untuk tujuan praktis yaitu (Zaraswati, 2004):
1. Sifat bahan yang
akan diberi perlakuan
Suatu zat kimia yang
digunakan untuk mendefinisikan perabotan terkontaminasi mungkin tidak baik bila
digunakan untuk kulit karena dapat amat merusak sel-sel jaringan kulit. Dengan
demikian maka harus dipilih zat yang serasi dengan bahan yang dikenainya.
2. Tipe mikroorganisme
Tidak semua
mikroorganisme sama rentannya terhadap sifat menghambat atau mematikan suatu
zat kimia tertentu. Karena itu harus dipilih zat yang telah diketahui efektif
terhadap suatu tipe mikroorganisme yang akan dibasmi. Sebagai contoh, spora
bersifat lebih resisten dari pada sel-sel vegetatif. Bakteri gram positif dan
gram negatif memiliki kerentangan yang berbeda, jauh lebih resisten terhadap
disinfektan kationik dari pada gram positif. Galur-galur yang berbeda dari
spesies yang sama juga memiliki kerentangan berbeda terhadap suatu zat
antimikrobial tertentu.
3. Keadaan Lingkungan
Yaitu suhu, pH, waktu,
konsentrasi, dan adanya bahan organik asing kesemuanya itu mungkin turut
mempengaruhi laju adan efisiensi penghancuran mikroba. Berhasilnya penggunaan
suatu bahan antimikrobiol menyaratkan dipahaminya pengaruh kondisi-kondisi
tersebut terhadap bahan yang dimaksud
sehingga bahan itu dapat dipergunakan didalam keadaan yang paling
menguntungkan.
B.
URAIAN
BAKTERI UJI
Salmonella thyposa
A.
Klasifikasi
Divisi : Schizophyta
Class
: Bakteria
Ordo : Eubacteriales
Familia
: Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella thyposa
B.
Morfologi :
Termasuk kuman gram
negatif, tidak berspora banyak, berbentuk batang yang lurus, terpisah-pisah,
kadang-kadang mebentuk koloni berupa rantai.Bergerak dengan flagel yang
peritrik atau tidak bergerak.Menimbulkan fermentasi anaerobik pada glukosa,
kadang-kadang juga laktosa. Seringkali terdapat pada saluran pernafasan dan
saluran kencing Vertebrata, lainnya
hidup bebas, lain lagi bersifat pathogendan
bahkan dapat tersusun seperti rantai, pendek. Susunan gerombol yang tidak
teratur biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat dari pembenihan padat,
sedangkan dari pembenihan kaldu biasanya ditemukan tersendiri atau tersusun
sebagai rantai pendek.Kumain ini tidak bergerak, tidak berspora dan positif
gram.Hanya kadang-kadang yang gram (-) dapat ditemukan pada bagian tengah
gerombolan kuman, pada kuman yang telah difagositosis dan pada biakan tua yang
hampir mati.
C.
Uraian Bahan
a. Fenol (Ditjen POM : 484)
Nama resmi : Phenolum
Nama lain : Fenol
RM/BM : C6H5OH / 94,11
Pemerian : Hablur berbentuk jarum atau massa hablur; tidak
berwarna
atau merah jambu, bau khas, kaustik.
Kelarutan : Larut dalam 12 bagian air ;
mudah larut dalam
etanol
(95 %) P, dalam kloroform P, dalam eter P,
dalam
gliserol P dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
rapat terlindung
dari
cahaya,
di tempat sejuk.
Khasiat : Antiseptikum ekstern
Kegunaan :
Sebagai desinfektan
b. Alkohol (Ditjen POM, 65)
Nama resmi : Aethanolum.
Nama lain : Etanol/Alkohol.
RM/BM : C2H5OH/46,07
Pemerian
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah
bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat,
terlindung dari
cahaya;
di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai antiseptik.
c. Air Suling (Ditjen POM, 96)
Nama
resmi : Aqua destillata
Nama
lain : Aquades, air
suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak
berbau, tidak berasa dan tidak
mengandung bahan
kimia yang
dapat
membahayakan
tubuh
Kegunaan :
Sebagai pelarut
d. Pepton (Ditjen POM,1979)
Nama Resmi : Pepton
Sinonim : Pepeton Kering
Pemerian : Serbuk,kuning kemerahan sampai coklat; bau
khas, tidak busuk.
Kelarutan : Larut dalam
air;
memberikan larutan
berwarna
coklat
kekuningan yang bereaksi agak asam;
praktis tidak larut dalam etanol (95 %) P
dan dalam
eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai komposisi.
e. Ekstrak Beef (Ditjen POM,1979)
Nama resmi : Beef ekxtrak
Sinonim : Kaldu nabati dan kaldu
hewani.
Pemerian : Berbau dan berasa pada
lidah.
Kelarutan : Larut dalam air dingin.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai komposisi medium
D.
Prosedur Kerja (Djide, 2003 )
a.
Uji
Minimum Inhibition Concentration (MIC)
1. Sediakan
10 buah tabung steril, dan isi 9,5 ml medium NB steril kedalam tabung pertama
dan 5 ml kedalam tabung lainnya.
2. Tambahkan
ke dalam tabung pertama 0,5 ml anti mikroba yang akan di uji , sehingga di
peroleh pengenceran 1:20.
3. Diambil
dengan pipet steril 5 ml dari tabung pertama dan masukkan ke dalam tabung ke
dua, campurkan sampa homogen.
4. Kemudian
di ambil lagi 5 ml dari tabung kedua ini dan di masukkan ke dalam tabung ketiga
dan seterusnya sampai pada tabung kesepuluh , setelah dihomogenkan, dipipet 5
ml dari tabung terakhir dan dibuang. Sebaiknya untuk pemindahan cairan dari
tabung ke tabung digunakan pipet tersendiri.
5. Ditanam
kedalam tiap-tiap tabung 0,02 ml suspensi biakan yang telah berumur 24 jam.
6. Diinkubasikan
semua tabung pada suhu 370 C dan diperiksa pertumbuhan bakteri
setelah 24-72 jam.
7. Untuk
memastikan bahwa bakteri yang tumbuh adalah bakteri yang diinokulokasikan, maka
adanya pertumbuhan di periksa dengan penanam kembali dalam medium pembenihan.
Konsentrasi tertinggi yang masih memperlihatkan penghambatan pertumbuhan
mikroba adalah nilai MIC-nya.
b.
Uji
Koefisien Fenol
1. Ditentukan
milai MIC desinfektan yang akan diuji.
2. Buatlah
5 pengenceran desinfektansia yang akan diuji, dengan perbedaan konsentrasi
masing-masing 1: 20.
3. Tempatkan
MIC pada pengenceran kedua, misalnya nilai MIC hasil uji sebelum adalah 1:20, maka deret pengeceran itu akan menjadi 1:20, 1:40, 1:60, 1:80, dan 1:100.
4. Buatlah
larutan murni fenol dengan konsentrasi 5 % dan buat dari larutan ini 3
pengenceran yaitu 1:80, 1:90, dan 1:100.
5. Sediakan
4 deret tabung buylon masing-masing deret sebanyak 5 tabung.
6. Didepan
deret tabung buylon itu diletakkan desinfektansia dari ke lima pengenceran
tersebut di atas sebanyak 5 ml tiap tabung. Tabung-tabung itu sebaiknya direbdam dalam air
dingin dengan suhu 5-100C.
7. Selang
tiap 30 detik masukkan 0,2 ml biakan 24 jam bakteri uji kedalam masing-masing
tabung desinfektansia dimilai dari pengenceran terendah sampai tertinggi.
8. penanaman
ini memerlukan waktu 2 menit, sehinga waktu kontak untuk tiap tiap tabung
adalah 2 menit sebelum melakukan proses
inokulasi pada tabung deret kedua, lakukan proses istirahat selama tiga menit.
9. Pada
menit ke 5 detik nol (0) pindahkan 1 ose bulat (diameter 4 mm) dari tabung
pengenceran pertama (1) deret pertama(1), ke tabung pertama deret buylon ke
dua.
10. Tiga
puluh (30) detrik kemudian dipindahkan 1 ose bulat (dameter 4 mm) dari
pngenceran kedua deret buylon pertama kedalam tabung kedua dari deret buylon
kedua.
11. Tiga
puluh (30) detik kemudian tanam dengan cara yang sama pada tabung ke tiga,
demikian seterusnya sampai deret buylon tertanam dengan masing-masing
pengenceran desinfektansia, sehingga waktu kontak bakteri uji dalam
desinfektansia itu untuk tiap-tiap pemgenceran adalah 5 menit.
12. Ulangi
perlakuan ini pada tabung buylon deret buylon ke tiga, masing-masing selang 30
detik tetapi setelah bakteri uji berada 10 menit dalam tiap-tiap pengenceran
desinfektansia.
13. Ulangi
dengan cara yang sama pada larutan embanding fenol 5%.
14. Lakukan
dengan cara yang sama pada larutan pembanding fenol 5%.
15. Inkubasi
tabung-tabung buylon tersebut pada suhu
370C selama 48 jam.
16.
Amati hasil percobaan, catat dan hitung
koefisien fenol desinfektansia tersebut.
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A.
Alat yang Dipakai
Alat-alat yang dipakai pada saat praktikum adalah: autoklaf, bunsen, botol
steril, erlenmeyer, inkubator, karet, korek api, ose bulat, oven, rak tabung, spoit 1
ml, spoit 5 ml, stopwatch, dan tabung reaksi.
B.
Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah: air es / air dingin,
air steril, alkohol, biakan
Salmonella thyposa,
dettol, fenol 5 %, kapas,
kertas pembungkus, kertas label, medium NB (Nutrient Broth), dan tissue.
C.
Cara Kerja
1.
Penyiapan
Bahan Praktikum
a.
Pembuatan larutan baku fenol 5%
Disiapkan alat dan
bahan, ditimbang fenol sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, lalu ditambahkan air suling
steril ke dalam labu hingga tanda kemudian dihomogenkan
b. Pembuatan
larutan uji baku fenol 5%
Disiapkan alat dan bahan
kemudian dibuat pengenceran baku fenol dalam tabung reaksi
dengan perbandingan 1:80, 1:90, dan 1:100.
c. Pembuatan
larutan uji desinfektan
Disiapkan Alat dan bahan, dibuat pengenceran dettol® dalam
tabung reaksi dengan perbandingan 1:15, 1:20, 1:25, 1:30, 1:35.
2. Pengujian
Sampel
Ø Uji MIC (Minimal Inhibitory Concentration)
Disediakan 10 buah
tabung reaksi steril, dan diisi 9,5 ml medium NB steril ke dalam tabung pertama
dan 5 ml ke dalam tabung lainnya, kemudian ditambahkan ke dalam tabung pertama
0,5 ml antimikroba yang akan diuji, sehingga diperoleh pengenceran 1:640. Diambil dengan pipet steril 5 ml dari tabung pertama
dan dimasukkan ke dalam tabung ke dua, dicampurkan sampai homogen kemudian
diambil lagi 5 ml dari tabung ke dua ini dan dimasukkan ke dalam tabung ketiga
dan seterusnya sampai ada tabung ke sepuluh, setelah dihomogenkan, dipipet 5 ml
dari tabung terakhir dan dibuang. Dimasukkan ke dalam tiap-tiap tabung 0,02 ml
suspensi biakan bakteri. Diinkubasikan semua tabung pada suhu 37OC
dan diamati pertumbuhan bakteri setelah 1 x 24jam.
Ø Uji Fenol
a. Dettol®
Disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan yaitu 5 tabung
reaksi yang berisi pengenceran sampel 1:15, 1:20, 1:25, 1:30, dan 1:35 (deret
I), dan 15 tabung yang berisi 5 ml medium Nutrien Broth (NB) yang dibagi
menjadi 3 seri (deret II, deret III, dan deret IV) masing-masing 5 tabung dimasukkan
ke dalam tabung ke-1 dari deret I dimasukkan suspensi bakteri sebanyak 1 ose
kemudian didiamkan 30 detik. Ke dalam tabung ke-2 dari deret I dimasukkan
suspensi bakteri sebanyak 1 ose kemudian didiamkan 30 detik .
Hal yang sama dilakukan
pada tabung ke-3, ke-4, dan ke-5 dari deret I, kemudian diistirahatkan selama 3
menit dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air es, pada lama kontak 5, 10,
15 menit. Ke dalam tabung ke-1 dari
deret II, dimasukan 1 ose larutan dari tabung ke-1 deret I, kemudian didiamkan
selama 30 detik.Ke dalam tabung ke-2 dari deret II, dimasukkan 1 ose larutan
dari tabung ke-2 deret I, kemudian didiamkan selama 30 detik.
Hal yang sama dilakukan
pada tabung ke-3, ke-4, dan ke-5 dari deret II, kemudian diistirahatkan selama
3 menit. Ke dalam tabung ke-1 dari deret III, dimasukkan 1 ose larutan dari
tabung ke-1 deret I, kemudian didiamkan selama 30 detik. Ke dalam tabung ke-2
dari deret III, dimasukkan 1 ose dari larutan tabung ke-2 deret I, kemudian
didiamkan selama 30 detik. Hal yang sama dilakukan pada tabung ke-3, ke-4, dan
ke-5 dari deret III, Kemudian diistirahatkan selama 3 menit. Ke dalam tabung
ke-1 dari deret IV, dimasukkan 1 ose larutan dari tabung ke-1 deret I, kemudian
didiamkan selama 30 detik. Ke dalam tabung ke-2 dari deret IV, dimasukkan 1 ose
dari larutan tabung ke-2 deret I, kemudian didiamkan selama 30 detik. Hal yang
sama dilakukan pada tabung ke-3, ke-4, dan ke-5 dari deret IV, Kemudian diistirahatkan selama 3 menit.
Semua tabung dari deret II, deret III, dan deret IV diinkubasi dalam inkubator
pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Diamati perubahan yang terjadi
berupa kekeruhan medium.
b. Larutan baku fenol 5%
Disiapkan alat dan bahan yaitu 3 tabung reaksi yang
berisi pengenceran sampel 1:80, 1:90, dan 1:100 (deret I), dan 9 tabung yang
beirisi 5 ml medium Nutrien Broth (NB)
yang dibagi menjadi 3 deret (deret II, III, dan IV) masing-masing 3 tabung lalu
dimasukkan ke dalam tabung ke-1 dari deret i dimasukkan suspensi baktrei
sebanyak 1 ose kemudian didiamkan 30 detik, ke dalam tabung ke-2 dari deret I
dimasukkan suspensi bakteri sebanyak 1 ose kemudian didiamkan 30 detik, ke
dalam tabung ke-3 dari deret I dimasukkan suspensi bakteri sebanyak 1 ose ml
kemudian diistirahatkan 4 menit dan dimasukkan ke dalam wadah berisi air es, ke
dalam tabung ke-1 dari deret ii, dimasukan 1 ose larutan dari tabung ke-1 deret
I, kemudian didiamkan selama 30 detik, ke dalam tabung ke-2 dari deret II,
dimasukkan 1 ose larutan dari tabung ke-2 deret I, kemudian didiamkan selama 30
detik , ke dalam tabung ke-3 dari deret II, dimasukkan 1 ose larutan dari
tabung ke-3 deret I, kemudian diistirahatkan 4 menit, ke dalam tabung ke-1 dari
deret III, dimasukkan 1 ose larutan dari tabung ke-1 deret I, kemudian
didiamkan selama 30 detik, ke dalam tabung ke-2 dari deret III, dimasukkan 1
ose dari larutan tabung ke-2 deret I, kemudian didiamkan selama 30 detik, ke
dalam tabung ke-3 dari deret III, dimasukkan 1 ose dari larutan tabung ke-3
deret I, kemudian diistirahatkan 4 menit, ke dalam tabung ke-1 dari deret IV,
dimasukkan 1 ose larutan dari tabung ke-1 deret I, kemudian didiamkan selama 30
detik, ke dalam tabung ke-2 dari deret IV, dimasukkan 1 ose dari larutan tabung
ke-2 deret I, kemudian didiamkan selama 30 detik, ke dalam tabung ke-3 dari
deret IV, dimasukkan 1 ose dari larutan tabung ke-3 deret I, kemudian diistirahatkan 4 menit. semua
tabung dari deret II, deret III, dan
deret IV diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oc selama 2 x 24
jam. diamati perubahan yang terjadi berupa kekeruhan medium atau terbentuknya
endapan.
D. Pembahasan
MIC
atau Minimum Inhibitori Consentration merupakan konsentrasi terendah dari suatu desinfektan atau zat antimikroba yang masih
dapat menghambat pertumbuhan mikroba atau bakteri uji.Tujuan dilakukannya uji
MIC adalah untuk mengetahui apakah suatu desinfektan tertentu baik atau tidak
untuk digunakan.
Desinfektan
adalah zat yang digunakan untuk
mencegah infeksi dengan mematikan mikroba misalnya sterilisasi alat
kedokteran.Sterilisasi ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme.Obat ini
dapat bersifat bakterisid atau bakteriostatika sedangkan antiseptik adalah zat
yang digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme,
biasanya merupakan sediaan yang yang digunakan pada jaringan hidup.
Dalam percobaan ini
digunakan medium NB (Nutrien Broth) karena medium ini mengandung senyawa
karbohidrat dan protein sebagai nutrisi yang dubutuhkan oleh bakteri untuk
pertumbuhannya.
Dilakukan pengenceran dari 1
: 10 hingga 1 : 9440 pada desinfektan yang diuji untuk meminimalkan atau
mengurangi jumlah pengawet sehingga hasil yang diperoleh maksimal, untuk
mendapatkan jumlah mikroba yang masuk dalam range dan untuk mengatur pH dari
medium agar mikroba yang dapat tumbuh
dengan maksimal.
Digunakan kontak
berbeda-beda 5, 10, dan 15 menit yakni untuk melihat bahwa pada kontak atau
menit keberapa yang dapat mematikan bakteri uji dimana kontak 5 menit belum
dapat mematikan bakteri uji, dan pada kontak 10 menit sudah dapat mematikan
bakteri uji dan dilakukan pada kontak 15 menit hanya untuk memastikan bahwa
pengerjaannya telah aseptis. Semakin lama waktu kontak maka semakin cepat kerja
desinfektan untuk membunuh mikroba dan berarti akan cepat mati.
Pada percobaan ini akan
dipelajari cara-cara penentuan nilai Minimal Inhibitory Concentration serta
menentukan daya hambat terkecil dari suatu desinfektan yaitu Garlin. Penentuan nilai MIC didasarkan pada
pengamatan pertumbuhan bakteri dalam hal ini bakteri yang digunakan adalah Salmonella thyposa.Digunakan mikroba ini
karena banyak terdapat di Indonesia dan dapat mengkontaminasi udara dengan
benda-benda mati.
Tujuan dilakukan uji
kofisien fenol untuk melihat turunan-turunan fenol yang berada di pasaran
apakah dapat membunuh bakteri atau tidak dan karena yang diuji adalah
turunan-turunan fenol dan dibandingkan dengan fenol itu sendiri.
Untuk melihat nilai MIC pada
sampel uji yaitu dengan melihat pada tabung pengenceran keberapa yang tidak
terjadi kekeruhan (jernih) dimana akhir dari kejernihan itu yang diambil
sebagai nilai MIC. Pada percobaan ini diperoleh nilai MIC untuk Garlin yaitu pada pengenceran1 : 20 dimana
tidak terjadi pertumbuhan mikroba yang ditandai dengan tidak terjadinya
kekeruhan (jernih) pada tabung yang berisi sampel dan medium NB, sedangkan untuk
pengenceran selanjutnya terjadi kekeruhan yang menandakan adanya pertumbuhan
mikroba. Hasil dari uji MIC diteruskan ke uji koefisien fenol agar dapat
dilihat apakah desinfektan tersebut baik atau tidak berdasarkan persyaratan
yang ada.
Suatu desinfektan yang baik
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Dalam
waktu yang singkat mendesinfeksi dengan baik
2. Sebaiknya
dapat digunakan untuk banyak jenis mikroorganisme artinya sedapat mungkin
mempunyai spektrum yang luas
3. Dapat
ditoleransi dengan baik oleh kulit dan mukosa
4. Mempunyai
daya tahan yang lama
5. Jika
terabsorbsi mempunyai toksisitas yang rendah
6. Tidak
menyebabkan bau yang mengganggu
Nilai MIC diletakkan pada
tabung kedua yaitu sebagai tolak ukur dimana ditakutkan bahwa hasil yang
diperoleh dari pengujian MIC tidak sesuai dengan nilai MIC sebagai desinfektan
sehingga pada uji koefisien fenol kita mengambil nilai pengenceran di bawah
dari nilai MIC yang diperoleh.
Digunakan fenol 5% karena dengan pengenceran 5% sudah dapat
mematikan bakteri uji. Digunakan fenol sebagi pembanding supaya dapat melihat
mana yang lebih bagus apakah fenol atau turunan-turunannya.
Fenol merupakan zat pembaku
daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien
fenol. Dalam kadar 0,01 – 1%,fenol bersifat bakteriostatik, larutan 1,.6%
bersifat bakterisid yang dapat mengadakan koagulasi protein. Ikatan fenol
dengan protein mudah lepas sehingga fenol daopat berpenetrasi kedalam kulit
utuh. Larutan 1,3 % bersifat fungisid berguna untuk sterilisasi ekskreta dan
alat kedokteran.
Faktor
utama yang menentukan bekerjanya suatu desinfektan adalah potensi, kadar, waktu
yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, suhu desinfektansia, jumlah
dan tipe mokroorganime yang ada dalam bahan yang didesinfeksi.Untuk bekerjanya
suatu desinfektansia harus mempengaruhi beberapa bagian dari sel yang vital
dari mikroorganisme. Bagian sel yang paling rentan terhadap cara ketja desinfektan
adalah pada membrane sitoplasma, enzim tertentu san protein structural seperti
yang terdapat pada dinding sel.
Daya
kerja antimikrobial bahan kimia seringkali disetarakan dengan fenol.Kemampuan
bahan kimia dibandingkan dengan fenol disebut koefisien fenol. Nilai ini
diperoleh dengan membagi pengenceran tertinggi bahan kimia yang mematikan
mikroorganisme dalam waktu 10 menit, namun tidak mematikan dalam waktu 5 menit
dibagi dengan pengenceran tertinggi fenol yang mematikan mikroorganisme dalam
waktu 5 menit. Bahan kimia yang mempunyai koefisien fenol lebih dari 1
mempunyai daya kerja antimikrobial yang lebih baik dibanding dengan fenol.
Begitupun sebaliknya jika koefisien fenol kurang dari 1 berarti bahan
antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol..
Faktor – faktor yang
mempengaruhi desinfektan yaitu :
1. Konsentrasi
Umumnya
berkhasiat fungisid pada konsentrasi yang sedikit lebih tinggidari pada kadar
untuk kerja pada bakterisid. Begitu pula efek bakteriostatik dibutuhkan kadar
yang lebih rendah lagi. Misalnya larutan fenol dibawah 1 % bekerja
bakteriostatis, tetapi diatas 1,5 % bersifat bakterisid.
2. Waktu
Larutan
iod 4 % mematikan kuman dalam 1 menit sedangkan laruta 1 % memerlukan 4 menit
dan spora baru musnah setelah 2 – 3 jam.
3. pH
Khasiat klor 10 kali
lebih kuat pada pH 6 dari pada Ph 9 juga asam benzoat dan ester-esternya lebih
aktif pada pH asam.
4
. Zat pelarut
Khlorhiksidin dalam
laritan alkohol bekerja fungisid, sedangkan larutan dalam air hanya berdaya
fungistatis lemah.Pada tingtur klorheksidin efek antiseptis awalnya adalah
pelarit alkohol 70 % sedngkan klorheksidin sendiri bertanggung jawab atas kerja
panjangnya. Begitu pula dengan iodium pada tingtur iodium
Berdasarkan hasil pengamatan
pada uji MIC didapatkan hasil dengan menggunakan sampel garglin yaitu pada pengenceran 1 : 20 memberikan hasil
negatif (+)
bening atau tidak ada pertumbuhan sedangkan pada pengenceran 1 : 40 1 : 80, 1 : 160, 1 : 320, 1 : 640 dan 1 :
1280 hasilnya positif (-)
keruh atau terdapat pertumbuhan mikroorganisme.
Untuk hasil
pengamatan pada uji disinfektan didapatkan hasil dengan menggunakan sampel uji
yaitu pada menit ke 5 memberikan hasil negatif (-)
untuk pengenceran 1 : 15, 1 : 20, 1 : 25, dan 1 : 35, sedangkan pada pengenceran 1 : 30 hasilnya positif (+). Pada menit ke 10 untuk
semua pengenceran hasilnya positif (-) dan pada menit ke 15 pada
pengenceran 1 : 15, 1 : 20 dan 1 : 35 memberikan
hasil positif (-)
sedangkan pada pengenceran 1 : 25 dan 1 : 30 memberikan hasil negatif (-).
Untuk pengamatan pada uji
koefisien fenol dengan perbandingan 1:80, 1:90 dan 1:100 hasilnya semua positif
(-) pada lama kontak 5, 10 dan 15 menit, yang artinya terdapat pertumbuhan
mikroorganisme.
Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh antara lain pengerjaan yang kurang aseptis,
ketidaktelitian praktikan dalam pembuatan pengenceran dan pengamatan hasil percobaan serta
faktor-faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil percobaan.
BAB
V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan
dapat disimpulkan bahwa
a. Nilai MIC dari sampel Garlin adalah 1 : 20.
b. Nilai koefisien fenol sampel Garlin sebesar 0,28125 yang berarti sampel tersebut kurang
efektif sebagai desinfektan
dibandingkan dengan fenol.
B. SARAN
Sebaiknya
asisten mendampingi masing-masing kelompok pada saat pengamatan, agar tidak
terjadi kekeliruan pada hasil pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1979. “Farmakope Indonesia”. Depkes RI :
Jakarta.
Djide, Natsir., Sartini.,
Kadir, Syahrudin., 2003, “Mikrobiologi Farmasi Terapan”,
Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi Universitas Hasanudin :
Makassar.
Entjang, Indan. 2003. ”Mikrobiologi
dan Parasitologi”. PT.CITRA ADITYA BAKRI : Bandung .
Rusli, dan Fitriana.2008. ”Tuntunan
Praktikum Mikrobiologi Farmasi Terapan”. Universitas Muslim Indonesia :
Makassar.
Tjay,Tan Hoan dkk. 1978. ”OBAT-OBAT
PENTING”. edisi 5 cet.Pertama, PT Elenmedia Kompetindo : Jakarta.
Zaraswati. Dwyana.
As’adi Abdullah, Nurhaedar. 2004. “Bahan Kuliah Mikrobiologi Dasar”. Universitas
Hasanudin : Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar